Otda Beri Peluang Komunitas Adat di Maluku

AMBON-PPID, Penerapan Otonomi Daerah (Otda) secara tidak langsung telah mempu membuka kesempatan bagi tiap-tiap komunitas adat Maluku untuk menyatakan dan mempertahankan identitas kedaerahan serta menghargai kembali nilai-nilai kebudayaan lokal.

Hal ini disampaikan Wakil Walikota Ambon, M.A.S Latuconsina,ST,MT ketika menyampaikan sambutan Walikota Ambon saat kegiatan Inquiri Nasional Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, yang diprakarsai oleh Kantor Kementerian Hukum dan HAM Maluku, Rabu (29/10).

Disampaikan pula bahwa penerapan Otda memunculkan kecenderungan neotradisionalis yang berusaha menyelamatkan adat dari hiburan dan menegakkan kembali bentuk kepemimpinan tradisional. Walaupun demikian, ada juga pihak-pihak lain yang melihat Otda sebagai kesempatan untuk menghapus pola-pola kekuasaan yang usang dan tak lagi dapat dipercaya.

Dikatakan, di Maluku terdapat masyarakat hukum adat yang di sebut dengan Negeri, yang memiliki lembaga adat. Lembaga adat dalam penyelesaian sengketa dikenal dengan nama Saniri Negeri dan Saniri Raja Patih.

“Karena itu, hubungan antara budaya dan hukum dalam masyarakat Hukum Adat Maluku, harus menjadi satu kesatuan dan diawali dari proses pembuatan kesepakatan yang memperkuat tradisi masyarakat untuk menjaga kedamaian. Kebudayaan dan tradisi tersebut mencerminkan nilai keadilan, kebersamaan serta asas keharmonisan yang memberi pedoman agar tidak saling mengembangkan rasa permusuhan,“ ungkapnya.

Ditambahkan, dalam menegakkan hukum adat, pada dasarnya Raja dan Kepala Soa harus menjalankan peran yang mendidik, penegakan hukum didasarkan pada prinsip bahwa adanya hukum itu bukan untuk dilanggar melainkan untuk ditaati.

“Berdasarkan fakta-fakta itu, dapat diasumsikan bahwa tatanan Negeri Adat di Maluku masih berlangsung sampai sekarang. Bahkan telah mengalami penguatan dengan mempertahankan orisinalitas dan implementasi nilai-nilai adat ditengah masyarakat. Oleh karena itu, diharapkan pemerintah lebih berperan aktif, untuk melakukan proteksi terhadap berbagai aktivitas adat yang cenderung melemahkan potensi kekuatan adat yang ada, “jelasnya.

Menurutnya, dari sudut Hak Asasi Manusia (HAM), pengakuan dan penghormatan Negara terhadap keberadaan masyarakat hukum adat dan hak-hak adat yang melekat didalamya, mengandung arti bahwa Negara melakukan penjaminan dan pemenuhan terhadap hak-hak sipil-politik, sosial, ekonomi dan hak-hak budaya dari warga negaranya.

“Perkembangan akhir-akhir ini memperlihatkan bahwa fungsi dan peran Hukum Adat di dalam masyarakat adat, menjadi agak kendor. Sehingga dapat dikatakan menjadi kurang berdaya dalam menghadapi berbagai kebijakan pemerintah, yang lebih berorientasi pada pembangunan dan pengembangan ekonomi. Ini telah mengabaikan prinsip-prisip dasar persekutuan hukum yang sudah lama berlangsung,“ tandasnya.

Walikota berharap, dengan hadirnya putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012, dapat memberikan suatu kesempatan bagi Pemerintah Daerah (Pemda) untuk membuat regulasi baru, terkait dengan hak-hak masyarakat adat, yang meliputi kepemilikan hutan yang selama ini dikuasai oleh Negara.

Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, sambungnya, tetap berkomitmen secara emansipatoris untuk mendorong tersedianya Peraturan Daerah (Perda) tentang hutan adat. Sehingga kedepannya dapat menjadi tumpuan hidup bagi masyarakat adat, untuk mengembangkan Sumber Daya Alam (SDA) pembangunan di tingkat Negeri dan Desa secara berkelanjutan. (JW/AS)

Please follow and like us:

Comments are closed.