Penjabat Walikota Ambon Serahkan Obat Pencegahan Masal Penyakit Kaki Gajah

Ambon, PPID-Penjabat Walikota Ambon, Ir. Frans J. Papilaya, M.Si, memberikan secara simbolis Obat Pencegahan Masal penyakit kaki gajah atau yang dikenal dengan penyakit elefantiasis yang disebabkan oleh cacing filaria, kepada perwakilan Aparat Sipil Negara di lingkup Pemerintah Kota Ambon, dalam upacara hari Kesaktian Pancasila sekaligus pencanangan Bulan Eliminasi Kaki Gajah (BelKaGah) periode tahun kedua, di halaman upacara Balai Kota Ambon, Sabtu (01/10).

kaki-gajahProgram Pemberian Obat Pencegahan Masal (POPM) akan dilakukan selama lima tahun sejak tahun 2015 dan telah memasuki periode tahun kedua.  Secara nasional pemerintah pusat menetapkan 3 Oktober 2016 sebagai Bulan Eliminasi Kaki Gajah di seluruh Indonesia. Pencanangan Belkaga di Kota Ambon ditandai dengan program Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) kepada ASN di Lingkup Pemerintah Kota Ambon dan dilanjutkan kepada warga kota usia 2 hingga 70 tahun.

“Obat filariasis diberikan untuk pencegahan dan pengobatan sehingga orang sehat juga harus minum obat itu untuk mencegah penyakit kaki gajah bersarang di tubuhnya. Obat itu diminum sekali dalam setahun, berturut-turut selama lima tahun,” tandas Papilaya.

Menurutnya, obat filariasis yang dibagikan kepada masyarakat berfungsi untuk membunuh segala jenis cacing dari dalam tubuh. Obat tersebut yakni Dietil Carbamazepine (DEC), Albendazol dan Paracetamol yang bias diperoleh secara gratis di semua puskesmas di Kota Ambon.

Filariasis adalah sejumlah infeksi yang disebabkan oleh cacing filaria. Penyakit ini dapat menyerang hewan maupun manusia. Parasit filaria memiliki ratusan jenis, tapi hanya delapan spesies yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia.

Pengelompokan filariasis umumnya dikategorikan menurut lokasi habitat cacing dewasa dalam tubuh manusia, yaitu filariasis kulit, limfatik, dan rongga tubuh. Di Indonesia, penyakit ini lebih dikenal dengan istilah kaki gajah atau elefantiasis.

Sebagian besar infeksi filariasis limfatik terjadi tanpa menunjukkan gejala apapun. Meski demikian, infeksi ini tetap menyebabkan kerusakan pada jaringan limfa dan ginjal sekaligus memengaruhi sistem kekebalan tubuh. Filariasis limfatik akut terbagi lagi dalam dua jenis, yaitu adenolim fangitis akut (ADL) dan limfangitis filaria akut (AFL).

Jika mengidap ADL, pasien akan mengalami gejala demam, pembengkakan nodalimfa atau kelenjar getah bening (limfadenopati), serta bagian tubuh yang terinfeksi akan terasa sakit, memerah, dan membengkak. ADL dapat kambuh lebih dari satu kali dalam setahun. Cairan yang menumpuk dapat memicu infeksi jamur pada kulit yang merusak kulit. Semakin sering kambuh, pembengkakan bisa semakin parah.

Sedangkan AFL yang disebabkan oleh cacing-cacing dewasa yang sekarat akan memicu gejala yang sedikit berbeda dengan ADL karena umumnya tidak disertai demam atau infeksi lain. Di samping itu, AFL dapat memicu gejala yang meliputi munculnya benjolan-benjolan kecil pada bagian tubuh, tempat cacing-cacing sekarat terkumpul (misalnya pada sistem getah bening atau dalam skrotum).

Sementara jenis ketiga, yaitu kondisi kronis, akan menyebabkan limfedema atau penumpukan cairan yang menyebabkan pembengkakan pada kaki dan lengan. Penumpukan cairan dan infeksi-infeksi yang terjadi akibat lemahnya kekebalan tubuh akhirnya akan berujung pada kerusakan dan ketebalan lapisan kulit. Kondisi ini disebut sebagai elefantiasis. Selain itu, penumpukan cairan juga bisa berdampak pada rongga perut, testis pada penderita laki-laki dan payudara pada penderita wanita.(handry)

Please follow and like us:

Comments are closed.